Di bawah langit Yogyakarta yang biru dan bersih, pagi-pagi itu udara terasa lebih segar, seolah alam tengah menyambut harapan baru. Di sela riuhnya kota dan tenangnya desa-desa, sekelompok insan berkumpul, membawa semangat yang berbeda: membangun masa depan yang lebih hijau dari jantung pesantren. Mereka datang bukan sekadar menimba ilmu, melainkan menanam benih perubahan—sebuah ikhtiar sunyi namun pasti, agar bumi tetap lestari dan pesantren menjadi pelita ekologi di tengah masyarakat.

Selama empat hari, Kamis hingga Ahad, 12–15 Juni 2025, sebanyak 25 perwakilan pesantren terpilih dari Daerah Istimewa Yogyakarta dan sebagian Jawa Tengah mengikuti pelatihan bertajuk “Pengembangan Kapasitas Pesantren Ramah Lingkungan.” Kegiatan ini dihelat oleh Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat Universitas Islam Negeri (PPIM UIN) Jakarta melalui program Religious Environmentalism Actions (REACT), dengan dukungan Pemerintah Belanda. Agenda ini menjadi wadah bagi para peserta untuk memperdalam pemahaman sekaligus mengasah keterampilan dalam mengelola pesantren yang bersahabat dengan lingkungan.
Materi yang disampaikan mencakup isu-isu krusial, mulai dari triple planetary crisis—yakni perubahan iklim, polusi, dan hilangnya keanekaragaman hayati—hingga pengelolaan sampah, pertanian dan peternakan organik, konservasi lingkungan, serta pemanfaatan energi alternatif. Seluruh materi dikemas secara interaktif dan aplikatif oleh tim peneliti PPIM, memastikan setiap peserta dapat langsung merasakan relevansi dan urgensi perubahan perilaku ramah lingkungan di lingkungan pesantren.
Pelatihan ini tidak hanya berlangsung di ruang kelas Hotel Burza, Jl. Jogokariyan, Yogyakarta, tetapi juga dilengkapi dengan studi lapangan. Para peserta diajak menimba inspirasi di Pondok Pesantren Al Imdad, Bantul, yang telah sukses menerapkan sistem pengelolaan sampah mandiri dan pemanfaatan biogas sebagai energi alternatif dalam aktivitas harian. Kunjungan berlanjut ke UPT TPS 3R Pemerintah Yogyakarta di Nitikan, di mana peserta menyaksikan langsung proses pengolahan sampah menjadi Refused Derived Fuel (RDF) yang kemudian dimanfaatkan bersama TPST RDF Cilacap sebagai bahan bakar alternatif.

Ryan Khoirurijal, utusan Pondok Pesantren Muhammadiyah Ahmad Dahlan Kabupaten Tegal, menuturkan harapannya seusai mengikuti pelatihan. “Kami sudah mulai ramah lingkungan dengan penggunaan energi alternatif tenaga surya. Kini saatnya kami menata manajemen sampah pondok agar menjadi laboratorium hidup yang mencetak santri sadar lingkungan. Nantinya, ketika pulang, mereka akan menjadi duta ekologi masyarakat,” ungkap Ustadz yang juga berasal dari Yogyakarta ini dengan penuh optimisme.
Pelatihan ini menjadi langkah nyata dalam memaksimalkan peran ekologis pesantren. Dengan bekal ilmu dan pengalaman baru, para peserta diharapkan mampu membawa perubahan, menjadikan pesantren sebagai pusat pembelajaran dan penggerak aksi lingkungan di tengah masyarakat.
Report by Ryan Khoirurijal