Oleh : Ustadz Dhi’fa Aulia Rahman, SE., M.Pd.
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
اَللَّهُ اَكْبَرْ اَللَّهُ اَكْبَر اَللَّهُ اَكْبَرْ لآاِلَهَ اِلاَّ اللَّهُ اَللَّهُ اَكْبَرْ اَللَّهُ اَكْبَرْ وَلِلَهِ الْحَمْدُ
اَللَّهُ اَكْبَرْ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللَّهِ بُكْرَةً وَاَصِيْلاً ـ لآ اِلَهَ اِلاَّ اللَّهُ وَلاَنَعْبُدُ اَلاَّ اِيَّاهُ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ وَلَوْكَرِهَ الْكَافِرُوْنَ لآاِلَهَ اِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ صَدَقَ وَعْـدَهُ وَنَصَرَعَبِدَهُ وَاَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ الْأَحْزَابَ وَحْدَهُ لآ اِلَهَ اِلاَّ اللَّهُ. اَللَّهُ اَكْبَرْ اَللَّهُ اَكْبَرْ وَلِلَهِ الْحَمْدُ.
الْحَمْدُ لِلِّه الّذِيْ جَعَلَ الْقُرْآنَ لِلْهِدَايَةِ وَجَعَلَ جِبْرِيْلَ رُوْحُ الْأَمِيْنِ وَالْمَلاَئِكَةِ وَأَرْسَلَ نَبِيَّنَا مُحَمَّد صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَسُوْلَهُ ثُمَّ يَجْعَلُ أُمَّةَ رَسُولِ اللَّهِ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ خَيْرُ الْأُمَّة.
أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلهَ إِلَّا اللَّه رَبُّ الْمَشَارِقِ وَ الْمَغَارِبِ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَ رَسُوْلُهُ يَجْتَهِدُ بِجُهْدِهِ لِيُخْرِجَنَا مِنْ زَمَنِ الْغَرِيْبِ. أَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ
Alhamdulillah, merupakan sebuah kalimat yang paling pantas terucap dari lisan kita pada pagi yang cerah ini, sebuah kalimat, yang menggambarkan bentuk kesyukuran seorang hamba, atas segala yang telah diberikan oleh Allah SWT, sehingga pagi hari ini kita semua dapat berkumpul untuk bersama-sama melaksanakan sholat sunnah idhul fitri 1446 H dengan penuh kebahagiaan. Sholawat beserta salam senantiasa tercurah kepada pemimpin kita, yang begitu menggelora perjuangannya, uswah hasanah yang memiliki sifat terpuji juga mulia, serta manusia sempurna yang Allah titipkan kepadanya, kitab untuk menjadi pedoman bagi kita semua, yaitu Rasulullah Muhammad Shollallahu ‘Alaihi Wasallam.
Jamaah Sholat Idhul Fitri 1446 H yang dirahmati Allah SWT!
Lantunan Takbir, Tahmid, dan Tahlil yang bergema sedari malam hingga fajar menyingsing, menggambarkan sebuah kemenangan yang agung, yang telah kita peroleh bersama setelah melewati rangkain ibadah pada bulan ramadhan. Kita rayakan keberhasilan, dalam menundukkan hawa nafsu. Kita rayakan kesuksesan dalam mengalahkan tipu daya setan. Kita rayakan kemenangan karena telah melewati Ramadhan dengan berbagai ibadah dan kebaikan. Di hari raya ini, kita juga semestinya merayakan kegembiraan atas sebuah pencapain kita, sebagai hamba yang memiliki predikat hamba yang bertaqwa. Karena hakikat dari diwajibkannya ibadah puasa sendiri adalah, agar menjadikan kita, pribadi yang bertakwa kepada Allah SWT.
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ ٱلصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa (Al-Baqarah: 183)
Namun sepertinya, euforia kemenangan yang saat ini kita rayakan bersama, dapat dijadikan sebuah muhasabah bagi pribadi kita. Apakah kemenangan yang kita rayakan saat ini, merupakan sebuah kemenangan yang nyata dan yang sesungguh-sesungguhnya? Apakah kemenangan, cukup digambarkan dengan selesainya rangkain bulan ramadhan? Apakah kemenangan, dapat dicapai hanya karena barunya segala sesuatu yang kita kenakan, baik perhiasan, kendaraan maupun pakaian? Dan apakah kemenangan dapat diartikan, ketika apa yang kita miliki lebih baik dibandingkan dengan yang lainnya?
Hadirin jamaah sholat idhul fitri yang berbahagia!
Kemenangan yang hakiki adalah, ketika proses dari tercapainya kemenangan tersebut, mampu memberikan dampak positif, dan juga pengaruh yang mampu mendekatkan diri kita kepada Allah SWT dan juga mampu memperbaiki hubungan kita kepada sesama manusia. Karena dua hal tersebut, merupakan sebuah bentuk penjabaran dari makna taqwa yang sesungguhnya. Kemenangan yang hakiki, juga seharusnya mampu menjadikan kita sebagai hamba Allah SWT, yang mampu kembali kepada Fitrahnya, hamba yang dihadirkan di dunia dalam keadaan suci, dan mengharapkan kesucian itu senantiasa melekat dalam diri kita, sampai telah datang waktu untuk kembali kepada Allah SWT.
Salah satu hikmah dari disyariatkannya ibadah puasa dalam Islam adalah untuk membersihkan jiwa manusia dari berbagai dosa dan sifat buruk, sehingga ia dapat kembali kepada keadaan fitrah, yaitu kondisi suci dan penuh ketundukan kepada Allah Swt. Keadaan fitrah ini mencerminkan kesucian hati, kejernihan pikiran, serta kepatuhan penuh terhadap ajaran tauhid. Dengan menjalankan ibadah puasa. Seorang Muslim diajak untuk kembali kepada keadaan awal yang suci, memperkuat kesadaran spiritualnya, serta meningkatkan ketakwaan kepada Allah Swt. melalui pengendalian diri, introspeksi, dan peningkatan kualitas ibadah.
Kata fitrah sendiri merujuk pada konsep kesucian bawaan manusia sejak penciptaannya. Hal ini berkaitan erat dengan ayat dalam Al-Qur’an, tepatnya dalam Surat Al-A’raf ayat ke-172.
وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِنۢ بَنِىٓ ءَادَمَ مِن ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَىٰٓ أَنفُسِهِمْ أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ ۖ قَالُوا بَلَىٰ ۛ شَهِدْنَآ ۛ أَن تَقُولُوا يَوْمَ ٱلْقِيَٰمَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هَٰذَا غَٰفِلِينَ
Artinya: Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)”,
Ayat tersebut menjelaskan tentang peristiwa persaksian manusia di alam ruh sebelum mereka dilahirkan ke dunia. Dalam ayat tersebut, Allah SWT mengambil kesaksian dari seluruh keturunan Nabi Adam AS, di mana mereka mengakui bahwa hanya Allah-lah Tuhan yang berhak disembah. Momen ini menegaskan bahwa setiap manusia pada dasarnya memiliki kecenderungan alami untuk beriman kepada Allah, tetapi pengaruh lingkungan dan berbagai godaan duniawi dapat menjauhkan mereka dari fitrah tersebut.
Hadirin Jamaah yang dirahmati oleh Allah SWT!
Bertauhid merupakan satu cara yang paling ampuh untuk menjadikan jiwa kita merasa tenang, tenang dari segala ketakutan. Takut akan kehilangan, takut akan kemiskinan, takut akan kelaparan dan segala ketakutan yang lainnya. Dengan tauhid pula, akan menjadikan jiwa kita lebih ikhlas dalam menjalani segala macam ujian yang kita alami, karena pada hakikatnya Allah SWT yang telah menyusun skenario kehidupan, dan Allah mempersiapkan balasan surga bagi orang-orang yang beriman dan memiliki jiwa yang tenang. Sebagaimana firman Allah SWT di dalam surat Al-Fajr ayat 27-30:
يَاأَيَّتُهَا ٱلنَّفْسُ ٱلْمُطْمَئِنَّةُ ٱرْجِعِىٓ إِلَىٰ رَبِّكِ رَاضِيَةً مَّرْضِيَّةً فَٱدْخُلِى فِى عِبَٰدِى وَٱدْخُلِى جَنَّتِى
Ayat tersebut memberikan isyarat yang mendalam bahwa Allah Swt. menyeru hamba-hamba-Nya dengan panggilan yang penuh kelembutan dan kasih sayang, khususnya kepada mereka yang memiliki jiwa yang tenang. Panggilan ini mengundang mereka untuk bergabung dalam golongan orang-orang beriman yang mendapatkan rahmat dan ridha-Nya. Sebagai balasan atas keteguhan iman dan ketakwaan mereka kepada Allah Swt. Kemudian Allah SWT mempersilakan mereka untuk memasuki surga-Nya.
Dalam Tafsir Al-Madinah Al-Munawwaroh, makna dari jiwa yang tenang atau damai, merujuk kepada orang-orang yang senantiasa kembali kepada Allah dengan penuh ketulusan dan keikhlasan. Mereka adalah hamba-hamba yang selalu bertaubat atas kesalahan dan dosa yang pernah mereka lakukan, serta memiliki keyakinan yang kokoh, bahwa Allah Swt. adalah satu-satunya Tuhan mereka. Tidak hanya itu, mereka juga selalu ridha terhadap segala ketetapan-Nya, baik dalam keadaan senang maupun sulit.
Ketenangan jiwa ini lahir dari keimanan yang mendalam dan kepasrahan penuh terhadap takdir Allah Swt. Mereka tidak merasa gelisah atau berputus asa dalam menghadapi ujian kehidupan, karena mereka percaya bahwa setiap ketentuan-Nya mengandung hikmah dan kebaikan. Dengan demikian, jiwa yang tenang adalah jiwa yang telah mencapai puncak ketakwaan dan keyakinan yang sempurna, sehingga layak mendapatkan panggilan istimewa dari Allah Swt. serta dijanjikan surga sebagai tempat kembali yang penuh kedamaian dan kebahagiaan.
Hakikat kehidupan di dunia ini bukanlah sekadar mengejar keinginan dan memuaskan hawa nafsu semata, melainkan lebih dari itu, yaitu mengabdikan diri sepenuhnya kepada Allah Swt. dan berusaha meraih ridha-Nya. Kehidupan dunia hanyalah persinggahan sementara, di mana manusia diuji dengan berbagai kenikmatan dan ujian untuk melihat sejauh mana mereka mampu menjalani kehidupan ini sesuai dengan petunjuk dan ketentuan-Nya.
Betapa sia-sianya jika seseorang diberikan berbagai kenikmatan oleh Allah Swt. kekayaan, kesehatan, kekuasaan, atau kesuksesan tetapi hatinya tetap merasa hampa dan tidak pernah merasakan kepuasan yang sejati. Hal ini karena kepuasan sejati tidak terletak pada banyaknya harta atau tingginya kedudukan, melainkan pada ketenangan jiwa yang lahir dari kedekatan dengan Allah Swt.
Sesungguhnya, kebahagiaan hakiki hanya bisa dirasakan oleh mereka yang memiliki jiwa yang tenang, yaitu jiwa yang senantiasa bersyukur atas segala nikmat yang diberikan, tidak berlebihan dalam mengejar dunia, serta selalu menjadikan segala yang Allah berikan sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada-Nya dan berbuat kebaikan. Jiwa yang tenang tidak mudah gelisah oleh kekurangan dan tidak terbuai oleh kelimpahan, karena ia memahami bahwa semua yang ada di dunia ini hanyalah titipan dan sarana untuk meraih kehidupan yang lebih kekal di akhirat. Hal tersebut telah Allah ingatkan dalam surat Asy-Syu’ara’ ayat 88-90:
يَوۡمَ لَا يَنۡفَعُ مَالٌ وَّلَا بَنُوۡنَۙاِلَّا مَنۡ اَتَى اللّٰهَ بِقَلۡبٍ سَلِيۡمٍ وَاُزۡلِفَتِ الۡجَـنَّةُ لِلۡمُتَّقِيۡنَۙ
Artinya: (yaitu) pada hari (ketika) harta dan anak-anak tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih, dan surga didekatkan kepada orang-orang yang bertakwa.
Allah Swt. memberikan penjelasan yang sangat mendalam dalam Surat Asy-Syu’ara’ ayat 88-90, yang seharusnya menjadi peringatan bagi setiap manusia. Dalam ayat tersebut, Allah mengingatkan bahwa akan tiba suatu masa, yaitu hari kiamat, di mana segala harta kekayaan dan keturunan yang selama ini dibanggakan tidak lagi memiliki nilai atau manfaat sedikit pun. Pada hari itu, satu-satunya yang akan menyelamatkan manusia adalah datang kepada Allah dengan qalbun salim hati yang bersih dan suci dari kemusyrikan, kedengkian, serta segala penyakit hati lainnya.
Sebagai balasan bagi orang-orang yang bertakwa dan menjaga kesucian hatinya, Allah Swt. akan mendekatkan surga kepada mereka. Surga yang penuh kenikmatan itu akan menjadi tempat kembali bagi hamba-hamba yang selama hidupnya berpegang teguh pada keimanan dan senantiasa menjaga kebersihan hati. Dengan demikian, ayat ini mengajarkan kepada kita bahwa keberuntungan sejati bukanlah terletak pada banyaknya harta atau keturunan, tetapi pada kebersihan hati dan ketakwaan yang akan membawa kita kepada kebahagiaan abadi di akhirat.
Jamaah Shalat Idul Fitri 1446 H yang berbahagia!
Bulan Ramadhan yang telah kita lalui adalah anugerah besar dari Allah SWT, di mana setiap kesempatan di dalamnya disediakan untuk meningkatkan derajat kita di hadapan-Nya. Dalam bulan penuh berkah tersebut, Allah memberikan berbagai amalan ibadah seperti puasa, shalat malam, tilawah Al-Qur’an, dan sedekah sebagai sarana untuk membersihkan hati dan mendekatkan diri kepada-Nya. Hakikat dari semua rangkaian ibadah tersebut bukan sekadar rutinitas tahunan, tetapi sebagai bentuk pembinaan diri agar kita tetap istiqamah dalam ketakwaan, bahkan setelah Ramadhan berakhir.
Oleh karena itu, jangan memonetum tersebut berlalu begitu saja tanpa meninggalkan jejak kebaikan dalam diri kita. Jangan biarkan diri kita kembali kepada kebiasaan buruk yang pernah dilakukan sebelum Ramadhan. Jangan jadikan bulan ini sekadar momen sementara yang hanya memperbaiki diri untuk sesaat, lalu kembali terjerumus dalam kelalaian setelahnya.
Tetaplah menjadi bagian dari hamba-hamba pilihan yang senantiasa memenuhi masjid dengan sujud dan doa, mencari ketenangan dalam ibadah, dan merasakan kedekatan dengan Allah SWT. Tetaplah menjaga hubungan dengan Al-Qur’an, membaca dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari sebagai pedoman utama dalam menjalani hidup. Dan tetaplah menjaga hati agar selalu damai, bersih dari kedengkian, serta dipenuhi dengan keikhlasan dan ketakwaan. Jadilah satu dari sekian banyak orang yang terus berpegang teguh pada nilai-nilai kebaikan yang telah dibangun selama Ramadhan, agar kita benar-benar menjadi hamba Allah yang berjiwa suci dan meraih kebahagiaan sejati, baik di dunia maupun di akhirat.
Jamaah Sholat Idul Fitri yang dirahmati Allah SWT dan yang berbahagia.
Demikian yang dapat khotib sampaikan, semoga bisa menjadi pengingat serta motivasi kita untuk senantiasa berada di barisan hamba Allah yang memiliki ketenangan jiwa, sehingga bisa mendapatkan kemenangan yang nyata, yaitu berupa ampunan dosa serta surga Allah SWT. Dalam suasana Idul Fitri ini marilah kita saling memaafkan, saling mendoakan agar semua amal ibadah kita diterima oleh Allah SWT.
أَلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ حَمْدًا شَاكِرِيْنَ حَمْدًا يُوَافِيْ نِعَمَهُ وَيُكَافِيْ مَزِيْدَهُ يَا رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ كَمَا يَنْبَغِيْ لِجَلاَلِ وَاجْهِكَ الْكَرِيْمِ وَعَظِيْمِ سُلْطَانِكَ
اَ للَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِمْ وَبَارِكْ عَلَى نَبِيِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ, أَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ أَلْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ اِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ. رَبَّنَا اغْفِرْلَنَا وَلِاِخْوَانِنَاالَّذِيْنَ سَبَقُوْنَ بِالْاِيْمَانِ وَلاَ تَجْعَلْ فِى قُلُوْبِنَا غِلاًّ لِلَّذِيْنَ اَمَنُوْا رَبَّنَا اِنَّكَ رَئُوْفٌ رَّحِيْمٌ , رَبَّنَا لاَ تُزِغْ قُلُوْبَنَا بَعْدَ اِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً اِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ, رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَاِنْ لَمْ تَغْفِرْلَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُنَنَّ مِنَ الْخَاسِرِيْنَ , أَللَّهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا التِّبَاعَهُ وَأَرِنَا الْبَاطِلَ بَاطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ, رَبَّنَا أَتِنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً وَهَيِّئْ لَنَا مِنْ أَمْرِنَا رَشَدًا, رَبَّنَا أَتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى الْأَحِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ , سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ , وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.