Oleh : Ustadz Sihabudin
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
اَلْحَمْدُ ِللهِ الَّذِى أَنْزَلَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِكُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَنُوْرًا وَبُشْرَى لِلْمُسْلِمِيْنَ. أَشْهَدُ أَنْ لاَّ إِلَٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، أَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ. أَمَّا بَعْدُ: فَيَا عِبَادَ اللهِ، أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ.قَالَ اللهُ تَعَالَى فِى كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ
اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، لَا إِلَٰهَ إِلَّا اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ. اللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيْرًا، وَسُبْحَانَ اللَّهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلًا.لَا إِلَٰهَ إِلَّا اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ.
Jamaa’ah sholat ied yang berbahagia
Segala puji bagi Allah atas segala anugerah kenikmatan lahir dan batin sebagai wujud kasih sayang-Nya kepada kita semua. Alhamdulillah, di hari raya Idul Fitri yang penuh kebahagiaan ini, kita rayakan kemenangan. Kesuksesan mengendalikan hawa nafsu serta keberhasilan menghiasi diri dengan takwa, iman dan amal saleh. Bulan Ramadhan yang penuh kebaikan dan keberkahan telah pergi. Hari-hari dan malam-malamnya yang indah telah berlalu.
Setelah kita merasakan kebahagiaan berpuasa, kenikmatan salat tarawih dan tahajjud, ketenangan hati dengan dzikir, baca Qur’an dan munajat doa. Saat ini datanglah hari raya dengan kemegahan dan keindahannya, kegembiraan dan kebahagiaannya. Kita sambut dengan mengumandangkan takbir untuk membesarkan Allah, tahlil sebagai pengakuan terhadap keesaan Allah, serta tahmid sebagai ungkapan syukur atas nikmat-Nya.
﴿وَلِتُكۡمِلُواْ ٱلۡعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُواْ ٱللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَىٰكُمۡ وَلَعَلَّكُمۡ تَشۡكُرُونَ﴾ [البقرة: 185]
“Dan sempurnakanlah jumlah hari-hari puasa dan agungkanlah Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepada kalian, dan semoga kalian bersyukur.” (QS. Al Baqarah: 185)
Jamaa’ah sholat ied yang berbahagia
Sesungguhnya perayaan Idul Fitri yang kita kenal saat ini memiliki sejarah panjang yang menyertainya. Imam Ibnu Katsir pernah menjabarkan bagaimana perayaan Idul Fitri terjadi di masa Rasulullah SAW. Dalam sebuah riwayat hadis shahih, Rasulullah pernah merayakan hari raya Idul Fitri dalam kondisi letih. Beliau bahkan sampai bersandar pada Bilal bin Rabah dan menyampaikan khutbahnya.
Jauh sebelum Islam datang, masyarakat jahiliyah Arab telah memiliki dua hari raya, yaitu hari raya Nairuz dan Mahrajan yang dirayakan dengan sambutan pesta pora yang tidak bermanfaat yakni berbagai macam maksiat. Di kemudian hari, Rasulullah SAW mengganti kedua perayaan masyarakat Arab itu dengan hari raya yang lebih baik, yakni hari raya Idul Fitri dan Idul Adha.
Dalam sejarah Islam, perayaan Idul Fitri pertama kali diselenggarakan pada 624 Masehi atau tahun ke-2 Hijriyah, bertepatan dengan selesainya Perang Badar yang dimenangkan oleh kaum Muslimin. Menurut Prof HM Baharun, hakikat perayaan Idul Fitri sendiri adalah perayaan kemenangan iman dan ilmu atas nafsu di medan jihad Ramadhan. Umat Islam yang berhasil menjinakkan nafsu selama Ramadhan kembali fitrah dan layak untuk merayakannya dengan cara yang baik dan benar.
Di Indonesia, tradisi halal-bihalal identik dengan perayaan Idul Fitri bagi warga Muslim Indonesia. Dalam buku Al Masalik wal Mamalik karya Ibnu Khordabdih dijelaskan, mayoritas watak masyarakat yang hidup sepanjang garis khatulistiwa merupakan orang-orang yang terbuka dan egaliter. Sikap tersebut pun identik dengan masyarakat Indoensia.
Sikap terbuka dalam tradisi halal-bihalal yang dilakukan umat Muslim tak jarang juga dilakukan oleh umat non-Muslim. Tak sedikit dari umat non-Muslim yang ikut ‘nimbrung’ bersilaturahim dan melakukan halal-bihalal saat Idul Fitri tiba.
Di sisi lain, budaya lokal dalam melaksanakan tradisi Idul Fitri juga banyak yang dijadikan tradisi umat Muslim Indonesia secara nasional. Tengoklah bagaimana masyarakat Jawa diperkenalkan istilah Lebaran Ketupat atau kupat oleh Sunan Kalijaga, yang secara filosofis memiliki makna yang mendalam, yakni dalam bahasa Jawa, KUPAT berarti ngaku lepat atau mengakui kesalahan.
Jamaah sholat Ied rahimakumulloh
Bulan Ramadhan yang sudah berlalu dan meninggalkan kita sungguh bulan yang membawa berbagai berkah. Lihat saja bagaimana di bulan suci tersebut marak sekali berbagai aktivitas ibadah di berbagai masjid. Mulai dari orang-orang rajin ke masjid untuk melaksanakan shalat lima waktu dan shalat tarawih. Begitu pula kegiatan rutin tadarusan setiap malamnya dan diakhiri dengan mengeluarkan dan mentasorufkan zakat kepada mustahiknya. Namun jangan sampai ibadah-ibadah tersebut menjadi ibadah musiman. Karena hakikatnya amal seorang mukmin seharusnya baru berakhir ketika ajal datang menjemput. firman Allah,
وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّى يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ
“Dan sembahlah Rabbmu sampai datang kepadamu al yaqin (yakni ajal).” (QS. Al Hijr: 99).
Ibnu ’Abbas, Mujahid dan mayoritas ulama mengatakan bahwa maksud ”al yaqin” dalam ayat tersebut adalah kematian. Disebut al yaqin karena kematian itu sesuatu yang diyakini pasti terjadi. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun memerintahkan kita beribadah bukan hanya sesaat, bukan hanya musiman, bukan hanya di bulan Ramadhan. Dari ’Aisyah –radhiyallahu ’anha-, beliau mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,
أَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى أَدْوَمُهَا وَإِنْ قَلَّ
”Amalan yang paling dicintai oleh Allah Ta’ala adalah amalan yang kontinu walaupun itu sedikit.”
Hasan Al Bashri, salah seorang perawi hadits yang tsiqqah (terpercaya) pernah mengatakan, ”Wahai kaum muslimin, rutinlah dalam beramal, rutinlah dalam beramal. Ingatlah! Allah tidaklah menjadikan akhir dari seseorang beramal selain kematiannya.”
Beliau rahimahullah juga mengatakan, ”Jika syaithon melihatmu kontinu dalam melakukan amalan ketaatan, dia pun akan menjauhimu. Namun jika melihatmu beramal kemudian engkau meninggalkannya setelah itu, malah melakukannya sesekali saja, maka syaithon pun akan semakin tamak untuk menggodamu.
Adapun beberapa amalan selepas Ramadhan yang harus kita lakukan secara istiqomah, yaitu:
- Menjaga Sholat 5 Waktu
Shalat lima waktu merupakan bagian dari rukun Islam. Artinya shalat tersebut adalah suatu yang tidak disangsikan lagi wajibnya. Sehingga ancaman orang yang meninggalkannya pun begitu keras. Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
الْعَهْدُ الَّذِى بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمُ الصَّلاَةُ فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ
“Perjanjian antara kami (muslim) dan mereka (orang kafir) adalah shalat. Barangsiapa meninggalkannya maka dia kafir.”
‘Umar bin Khottob ra pernah mengatakan di akhir-akhir hidupnya,
لاَ إِسْلاَمَ لِمَنْ تَرَكَ الصَّلاَةَ
“Tidaklah disebut muslim orang yang meninggalkan shalat“.
Jika shalat lima waktu ini bisa terus dijaga, maka jaminannya adalah surga. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ افْتَرَضْتُ عَلَى أُمَّتِكَ خَمْسَ صَلَوَاتٍ وَعَهِدْتُ عِنْدِى عَهْدًا أَنَّهُ مَنْ حَافَظَ عَلَيْهِنَّ لِوَقْتِهِنَّ أَدْخَلْتُهُ الْجَنَّةَ وَمَنْ لَمْ يُحَافِظْ عَلَيْهِنَّ فَلاَ عَهْدَ لَهُ عِنْدِى
“Allah ‘azza wa jalla berfirman, ‘Aku wajibkan bagi umatmu shalat lima waktu. Aku berjanji pada diriku bahwa barangsiapa yang menjaganya pada waktunya, Aku akan memasukkannya ke dalam surga. Adapun orang yang tidak menjaganya, maka aku tidak memiliki janji padanya’.
2. Menjaga Sholat Jama’ah
Bagi pria, tentu saja ia lebih afdhol melaksanakan shalat jama’ah di masjid. Bahkan menurut pendapat terkuat hukum shalat jama’ah itu wajib. Di antara dalil yang menunjukkan bahwa shalat jama’ah itu wajib adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
وَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ لَقَدْ هَمَمْتُ أَنْ آمُرَ بِحَطَبٍ فَيُحْطَبَ ، ثُمَّ آمُرَ بِالصَّلاَةِ فَيُؤَذَّنَ لَهَا ، ثُمَّ آمُرَ رَجُلاً فَيَؤُمَّ النَّاسَ ، ثُمَّ أُخَالِفَ إِلَى رِجَالٍ فَأُحَرِّقَ عَلَيْهِمْ بُيُوتَهُمْ
”Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, ingin kiranya aku memerintahkan orang-orang untuk mengumpulkan kayu bakar, kemudian aku perintahkan mereka untuk menegakkan shalat yang telah dikumandangkan adzannya, lalu aku memerintahkan salah seorang untuk menjadi imam, lalu aku menuju orang-orang yang tidak mengikuti sholat jama’ah, kemudian aku bakar rumah-rumah mereka”.
Imam Asy Syafi’i rahimahullah mengatakan,
وَأَمَّا الجَمَاعَةُ فَلاَ اُرَخِّصُ فِي تَرْكِهَا إِلاَّ مِنْ عُذْرٍ
“Adapun shalat jama’ah, aku tidaklah memberi keringanan bagi seorang pun untuk meninggalkannya kecuali bila ada udzur.”
Apalagi shalat jama’ah jauh lebih utama dari shalat sendirian. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
صَلاَةُ الْجَمَاعَة أفْضَلُ مِنْ صَلاَةِ الْفَذِّ بِسَبْعٍ وَعِشْرِينَ دَرَجَةً
“Shalat jama’ah lebih utama dari shalat sendirian sebanyak 27 derajat.”
3. Merutinkan Puasa Sunnah
Puasa sunnah tentu saja adalah penyempurna puasa wajib. Jika ada kekurangan pada puasa wajib kita di bulan Ramadhan, kekurangan tersebut bisa ditambal dengan amalan puasa sunnah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ النَّاسُ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ أَعْمَالِهِمُ الصَّلاَةُ قَالَ يَقُولُ رَبُّنَا جَلَّ وَعَزَّ لِمَلاَئِكَتِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ انْظُرُوا فِى صَلاَةِ عَبْدِى أَتَمَّهَا أَمْ نَقَصَهَا فَإِنْ كَانَتْ تَامَّةً كُتِبَتْ لَهُ تَامَّةً وَإِنْ كَانَ انْتَقَصَ مِنْهَا شَيْئًا قَالَ انْظُرُوا هَلْ لِعَبْدِى مِنْ تَطَوُّعٍ فَإِنْ كَانَ لَهُ تَطَوُّعٌ قَالَ أَتِمُّوا لِعَبْدِى فَرِيضَتَهُ مِنْ تَطَوُّعِهِ ثُمَّ تُؤْخَذُ الأَعْمَالُ عَلَى ذَاكُمْ
“Sesungguhnya amalan yang pertama kali dihisab pada manusia di hari kiamat nanti adalah shalat. Allah ‘azza wa jalla berkata kepada malaikat-Nya dan Dia-lah yang lebih tahu, “Lihatlah pada shalat hamba-Ku. Apakah shalatnya sempurna ataukah tidak? Jika shalatnya sempurna, maka akan dicatat baginya pahala yang sempurna. Namun jika dalam shalatnya ada sedikit kekurangan, maka Allah berfirman: Lihatlah, apakah hamba-Ku memiliki amalan sunnah. Jika hamba-Ku memiliki amalan sunnah, Allah berfirman: sempurnakanlah kekurangan yang ada pada amalan wajib dengan amalan sunnahnya.” Kemudian amalan lainnya akan diperlakukan seperti ini (HR.imam Ahmad, Abu Dawud, An-Nasai dan Al Hakim)
Di antara amalan puasa yang bisa dilakukan selepas ramadhan adalah puasa enam hari di bulan Syawwal. Nabi SAW bersabda:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ
“Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan kemudian berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka dia seperti berpuasa setahun penuh.”
Selain itu, puasa yang bisa dirutinkan adalah puasa Senin-Kamis. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
تُعْرَضُ الأَعْمَالُ يَوْمَ الاِثْنَيْنِ وَالْخَمِيسِ فَأُحِبُّ أَنْ يُعْرَضَ عَمَلِى وَأَنَا صَائِمٌ
“Berbagai amalan dihadapkan (pada Allah) pada hari Senin dan Kamis, maka aku suka jika amalanku dihadapkan sedangkan aku sedang berpuasa.
Puasa sunnah lainnya adalah puasa pada hari ke-13, 14, dan 15 dari bulan Hijriyah yang dikenal dengan ayyamul biid. Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يُفْطِرُ أَيَّامَ الْبِيضِ فِي حَضَرٍ وَلَا سَفَرٍ
4. Merutinkan Shalat Malam
Jika di bulan Ramadhan kita sudah terbiasa melakukan shalat tarawih di awal malam. Perlu diketahui bahwa shalat tarawih adalah istilah yang dimaksudkan untuk shalat malam (shalat tahajjud). Namun shalat tarawih di bulan Ramadhan dikerjakan di awal malam, sedangkan shalat tahajjud di luar Ramadhan lebih afdhol dikerjakan di akhir malam. Surat Al-Isra Ayat 79:
وَمِنَ الَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهٖ نَافِلَةً لَّكَۖ عَسٰٓى اَنْ يَّبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَّحْمُوْدًا
Artinya: “Pada sebagian malam lakukanlah salat tahajud sebagai (suatu ibadah) tambahan bagimu, mudah-mudahan Tuhanmu mengangkatmu ke tempat yang terpuji.
Semoga kita sekalian bisa merutinkan amalan-amalan di atas. Tentu saja ini bisa kita rutinkan dengan taufik dan hidayah Allah. Kita sangat butuh sekali pertolongan-Nya dengan banyak berdo’a memohon keistiqomahan.
يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِى عَلَى دِينِكَ
“Wahai Dzat yang Maha Membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu.
Hadirin
Selanjutnya, di akhir khutbah ini perlu ditegaskan bahwa bukti kesuksesan kita menjalani ibadah Ramadhan adalah ketika berhasil melakukan perubahan dan peningkatan kualitas diri. Keyakinan makin kuat, ibadah makin tekun, akhlak makin sempurna, tanggung jawab sosial makin meningkat. Pribadi seperti itulah yang akan mendapat ampunan dan rahmat, memperoleh janji syurga di akhirat kelak. Semoga kita termasuk di dalamnya, amiin
الحمد لله رب العالمين والصلاة والسلام على أشرف المرسلين وعلى آله وصحبه أجمعين برحمتك يا أرحم الراحمين. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ …اَللَّهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَأَهْلِكِ الْكَفَرَةَ وَالْمُشْرِكِيْنَ أَعْدَاءَكَ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ. رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا صَلاَتَنَا وَصِيَامَنَا وَرُكُوْعَنَا وَسُجُوْدَنَا وَتَضَرُّعَنَا وجَمِيْعَ أَعْمَالِنَا.رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِوَالِدِيْنَا وَارْحَمْهُمَ كَمَا رَبَّونَا صِغَارًا. اَللَّهُمَّ أَحْسِنْ عَاقِبَتَنَا فِي اْلأُمُوْرِ كُلِّهَا وَأَجِرْنَا مِنْ خِزْيِ الدُّنْيَا وَعَذَابِ اْلآخِرَةِ. اللَّهُمَّ انْصُرِ الْمُسْلِمِيْنَ فِي فِلِسْطِيْنَ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.سُبۡحَٰنَ رَبِّكَ رَبِّ ٱلۡعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُونَ وَسَلَٰمٌ عَلَى ٱلۡمُرۡسَلِينَ وَٱلۡحَمۡدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلۡعَٰلَمِينَ
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته